#22 -- Strain tidak lengkap, percumakah vaksinasi?
Strain tidak lengkap, percumakah vaksinasi?
Maka inilah sedikit penjelasannya:
1. Strain yg dimasukkan dalam vaksin adalah strain2 yang secara epidemiologis (melalui penelitian bertahun2) paling banyak menyebabkan penyakit tertentu. Jadi, penentuan starin apa yg dimasukkan dalam vaksin itu bukan sembarangan, tetapi ada dasarnya. Sehingga dengan di-vaksin tsb, mengurangi risiko yg sangat signifikan dibandingkan jika tidak divaksin. Contoh: vaksin Rotavirus merk tertentu memasukkan strain G1, G2, G3, G4, dan P8 karena kelima strain ini paling banyak menyebabkan diare pada Balita di banyak negara di seluruh dunia, baik negara maju maupun berkembang.
2. Memang benar bahwa vaksin tsb tidak melindungi dari strain yg tdk ada dalam vaksin. Tapi karena secara epidemiogis prevalensinya (angka kejadian) kecil, maka kemungkinannya juga lebih kecil. Bandingkanlah jika tidak divaksin sama 1x.
3. Ada kemungkinan bahwa antibodi yg terbentuk utk strain tertentu (yg ada dlm vaksin) bisa cross-react (bereaksi silang) terhadap strain lain (yg tidak ada dlm vaksin) dalam level tertentu. Sehingga sedikit melindungi dari infeksi strain yg tidak terdapat dalam vaksin (istilah kerennya: partial protection). Tentu saja, hal ini bervariasi dari bakteri/virus yg ada. Contoh: vaksin Rotavirus merk tertentu hanya memasukkan strain G1P8. Ternyata antibodi terhadap G1P8 bisa cross-react thdp strain lain (G2, G3, G4) (sumber: Glass et al. 2006. The Promise of New Rotavirus Vaccines. NEJM 354(1): 75-77).
4. Saat ini para peneliti sedang mengembangkan "universal vaccine". Meskipun strain berbeda, "ada bagian tertentu yg sama". "Bagian tertentu" inilah “yg sedang dicari” menjadi target pengembangan "universal vaccine". Contoh: pengembangan vaksin influenza. Ini untuk menujukkan bahwa teknologi dan ilmu tentang vaksin (vaccinology) terus berkembang. Dan memang demikianlah usaha para peneliti untuk kesehatan manusia yang patut kita hargai, bukan malah kita cemooh.
Vaksin adalah termasuk usaha manusia untuk mencegah penyakit, dan Allah-lah yg akan menentukan semuanya. Allah memerintahkan kita untuk menempuh usaha2 yg telah terbukti, baik secara ilmiah maupun syariat dan tetap menyandarkan hati kita kepada Allah. Kalaupun masih terkena penyakit, tidak perlu merasa rugi. Bukankah kita telah menempuh usaha2 semaksimal mungkin yang bisa kita usahakan? Apakah kita merasa rugi, ketika sudah belajar maksimal namun nilai ujian tidak memuaskan?